Diduga Catut Nama Ujian Fiktif, Lakukan Ikhtiar 7 Kali ke Kemenag Situbondo Hingga Anak Putus Sekolah

(Foto: Data Dapodik ZF tidak ganda dan bisa diakses saat ingin didaftarkan melalui PKBM untuk sekolah Kejar Paket B melalui PNF Dinas Pendidikan, Kab. Situbondo. Red)

Situbondo | Arjunanewsmultimedia.com – Berawal dari pengaduan masyarakat yakni Syaif mantan wali santri asal Desa Bugeman, Kecamatan Kendit mengaku adanya dugaan ujian fiktif  dan juga kekerasan di salah satu pondok pesantren (Ponpes) yang ada di Kabupaten Situbondo.

Dunia Pendidikan tercoreng dengan adanya ANAK PUTUS SEKOLAH TIDAK MENDAPATKAN IJAZAH. Namun berbanding terbalik dengan Undang-Undang ketika HAK ANAK BANGSA mendapatkan pendidikan yang layak 9 tahun. 
 
Saat Arjuna News mewawancarai ayah ZF, Ia mengaku, kalau anaknya menjadi korban dugaan kekerasan. Yang mana masih berusia dibawah umur, ZL (13) duduk dibangku Madrasah Diniyah (Madin) atau lembaga pendidikan setara SD (Sekolah Dasar) di salah satu Ponpes wilayah Kecamatan Panji yang diketahui pengasuhnya ZAA. Kamis, (20/03/2025).
 
Ia menceritakan dengan seksama dari kejadian awal hingga berusaha melakukan ikhtiar atau mengadukan ke Kemenag Situbondo agar dapat mendapatkan solusi. Dimana anaknya hingga sekarang masih digantung dan tidak bersekolah dari Agustus 2024 lalu.
 
“Sebelumnya, anak saya itu sering minta pulang, minta berhenti sekolah (Di salah satu Ponpes, Kec. Panji. Red). Bilang…Bapak ZF mau berhenti. Loh kenapa nak kamu berhenti? Enggak pokok mau berhenti”, jelasnya.
 
“Sudahlah nak, kamu kan sebentar lagi sudah lulus, eman-eman. Namun, hal ini dilakukannya berkali kali untuk meminta berhenti, tanpa jelas alasannya apa. Akhirnya saya bujuk lagi, kalau hanya alasan tidak kerasan. Dan sebentar lagi ini kan sudah hampir lulus. Eman-eman kalau harus putus sekolah di tengah jalan”, ungkapnya.
 
(Foto: Syaif: Diduga Ujian Fiktif & Kekerasan Anak Dibawah Umur Di Salah Satu Ponpes, Kemenag Situbondo Diminta Tindak Tegas. Red)
Lebih jauh lagi, Syaif menjelaskan, “Saya minta untuk kesediaannya melanjutkan sampai kelas 6 lulus. Ya sudah, mau anaknya. Gak sampai berapa lama, saya datang lagi ke sana. Tetap anak saya maunya berhenti sekolah. Kenapa? Alasannya apa? Akhirnya sempat saya bawa ke pengasuhnya yakni istrinya”.
 
Ini kenapa anak saya? Kok seperti ketakutan? Apa ada masalah? Gak ada apa-apa. Kamu ada apa? 
 
Kalau ada masalah di sini bilang ke ibu (Ibu pengasuh Ponpes. Red). Bilang seperti itu ibu pengasuhnya. Saya minta ketegasannya anak saya. Ayo nak, kamu ini mau lanjut apa berhenti? Ternyata yang disampaikan ke saya di luar itu berbeda.
 
Di depan ibu pengasuhnya itu lanjut, ini kan aneh. Kemudian anak saya diam tidak berkomentar (dengan mimik seperti ketakutan. Red). Ya sudah saya bawa pulang, khwatir ada apa-apa juga bilang berhenti sekolah lagi, ya sudah saya pamitkan baik-baik.
 
Sudahlah, ayo sekarang pulang saja.
Sekarang bawa bajunya, karena kamu mintanya tadi berhenti, bawa bajunya kita pulang.
 
Saya pamit baik-baik, saya pamitkan juga ZF baik-baik. Bahkan saya suruh minta maafkan anak saya kalau anak saya ada salah. Semua yang ada di sana saya suruh salaman dan juga ke kakak kelasnya.
 
Maafkan ya anak saya kalau selama di sini punya salah kepada panjenengan. Utamanya kepada pengasuhnya atau ibu pengasuhnya. Akhirnya Anak saya istirahatkan dengan niatan dipindah sekolahkan.
 
Nah, di bulan Juli kemarin tahun lalu saya itu mendapat informasi, dapat telpon dari salah satu wali santri yang lain. Bahwasannya anak saya ini diikutkan ujian.
 
Kok bisa? Sontak saya kaget. Yang ngisi lembar ujiannya itu namanya ZF dengan nama beda yaitu adik kelasnya. Saya cross check ke anak saya, benar ada adik kelasmu yang namanya ZF? Iya ada. Oh iya sudah.
 
Di bulan Agustus 2024 kemarin saya coba cross check, benar enggak ZF ini diikutkan ujian. Cross check di datanya melalui lembaga PKBM. Saya minta tolong, data anak saya ini masukkan di paket A. Dengan harapan kalau misalnya betul anak saya masuk di Dapodik dan bisa dimasukkan di Kejar Paket B berarti memang iya diluluskan.
 
“Namun, setelah kami melakukan klarifikasi ke Kemenag Situbondo yakni Kepala dan Kasi Pendma, bahwa akan dicarikan solusi. Dan akan disekolahkan di salah satu Madin di Kecamatan Mangaran. Tetapi untuk mendaftar ke Paket B agar dibatalkan, hingga sekarang anak saya TIDAK SEKOLAH. Mulai dari Bulan Agustus 2024 saya disuruh bersabar”, cetusnya.
 
“Katanya diluluskan dan itu saya tidak tahu. Hingga saat ini ANAK saya TIDAK PUNYA IJAZAH untuk melanjutkan di lembaga yang setara dengan SMP (ZF PUTUS SEKOLAH Tidak Bisa Melanjutkan. Red), saya pun bingung”, kecewanya.
 
Ia berharap, “Semoga ada tindakan tegas dari Kemenag dan pihak terkait lainnya terhadap lembaga yang jelas-jelas melakukan pelanggaran seperti yang telah terjadi yakni dugaan kekerasan serta ujian fiktif di pondok pesantren asuhan ZAA itu”, pungkasnya. (Bersambung/Red)
Related posts
Tutup
Tutup