Ini kenapa anak saya? Kok seperti ketakutan? Apa ada masalah? Gak ada apa-apa. Kamu ada apa?
Kalau ada masalah di sini bilang ke ibu (Ibu pengasuh Ponpes. Red). Bilang seperti itu ibu pengasuhnya. Saya minta ketegasannya anak saya. Ayo nak, kamu ini mau lanjut apa berhenti? Ternyata yang disampaikan ke saya di luar itu berbeda.
Di depan ibu pengasuhnya itu lanjut, ini kan aneh. Kemudian anak saya diam tidak berkomentar (dengan mimik seperti ketakutan. Red). Ya sudah saya bawa pulang, khwatir ada apa-apa juga bilang berhenti sekolah lagi, ya sudah saya pamitkan baik-baik.
Sudahlah, ayo sekarang pulang saja.
Sekarang bawa bajunya, karena kamu mintanya tadi berhenti, bawa bajunya kita pulang.
Saya pamit baik-baik, saya pamitkan juga ZF baik-baik. Bahkan saya suruh minta maafkan anak saya kalau anak saya ada salah. Semua yang ada di sana saya suruh salaman dan juga ke kakak kelasnya.
Maafkan ya anak saya kalau selama di sini punya salah kepada panjenengan. Utamanya kepada pengasuhnya atau ibu pengasuhnya. Akhirnya Anak saya istirahatkan dengan niatan dipindah sekolahkan.
Nah, di bulan Juli kemarin tahun lalu saya itu mendapat informasi, dapat telpon dari salah satu wali santri yang lain. Bahwasannya anak saya ini diikutkan ujian.
Kok bisa? Sontak saya kaget. Yang ngisi lembar ujiannya itu namanya ZF dengan nama beda yaitu adik kelasnya. Saya cross check ke anak saya, benar ada adik kelasmu yang namanya ZF? Iya ada. Oh iya sudah.
Di bulan Agustus 2024 kemarin saya coba cross check, benar enggak ZF ini diikutkan ujian. Cross check di datanya melalui lembaga PKBM. Saya minta tolong, data anak saya ini masukkan di paket A. Dengan harapan kalau misalnya betul anak saya masuk di Dapodik dan bisa dimasukkan di Kejar Paket B berarti memang iya diluluskan.
“Namun, setelah kami melakukan klarifikasi ke Kemenag Situbondo yakni Kepala dan Kasi Pendma, bahwa akan dicarikan solusi. Dan akan disekolahkan di salah satu Madin di Kecamatan Mangaran. Tetapi untuk mendaftar ke Paket B agar dibatalkan, hingga sekarang anak saya TIDAK SEKOLAH. Mulai dari Bulan Agustus 2024 saya disuruh bersabar”, cetusnya.
“Katanya diluluskan dan itu saya tidak tahu. Hingga saat ini ANAK saya TIDAK PUNYA IJAZAH untuk melanjutkan di lembaga yang setara dengan SMP (ZF PUTUS SEKOLAH Tidak Bisa Melanjutkan. Red), saya pun bingung”, kecewanya.
Ia berharap, “Semoga ada tindakan tegas dari Kemenag dan pihak terkait lainnya terhadap lembaga yang jelas-jelas melakukan pelanggaran seperti yang telah terjadi yakni dugaan kekerasan serta ujian fiktif di pondok pesantren asuhan ZAA itu”, pungkasnya. (Bersambung/Red)