Situbondo | Arjunanewsonline.com – Seperti yang diberitakan sebelumnya di Arjuna News beberapa tahun yang lalu. Atas pelaporan Tolak, (50) warga Desa Palangan, Kecamatan Jangkar dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/4/I/2022/SPKT Polres Situbondo/Polda Jatim tentang peristiwa/perkara Penipuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 378 KUHP.
Sesuai LP yang ditunjukkan kepada Arjuna News terkait jual beli kembali sebidang tanah sawah Rp. 115.000.000,- dari Terlapor ABD. KARIM kepada Pelapor TOLAK. Namun Pelapor merasa tertipu lantaran sebidang tanah sawah tersebut masih dikerjakan oleh orang lain.
Maka pelapor dengan didampingi oleh Ketua LSM Perjuangan Rakyat, Rachmad Hartadi melaporkan ke Polres Situbondo tertanggal 5 Januari 2022 lalu. Dalam perjalanannya terlapor mendapatkan SP2HP terakhir tanggal 07 April 2023 yang diberikan suratnya pada tanggal 23 Mei 2022 yang mana Terlapor ABD. KARIM Mangkir hingga 4 kali panggilan polisi, hingga 6 kali panggilan polisi Terlapor tidak menghadiri.
Menanggapi hal tersebut Ketua LSM Perjuangan Rakyat, Rachmad Hartadi menyayangkan hal tersebut dan merasa kecewa atas penanganan APH yang lamban dan tidak memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
Hartadi Si Songot Hitam mengatakan kepada Arjuna News. “Yang mana APH/penyidik dalam hal ini seharusnya sudah melakukan langkah hukum. Dikarenakan sudah kesekian kalinya mangkir sebagai Terlapor ABD. KARIM dari panggilan polisi”, ucapnya.
“Apalagi perkara ini sudah berjalan kurang lebih 3 tahunan hingga akhir bulan November tahun 2024 ini belum ada kepastian hukum”, geramnya. Rabu, (29/01/2025).
Menurut Si songot Hitam, “Ketika Terlapor Mangkir dari panggilan kepolisian dapat digolongkan sebagai tindak pidana. Hal ini sudah diatur dalam Perkapolri”.
“Panggilan dari Kepolisian merupakan bagian dari proses hukum yang bertujuan untuk menggali keterangan atau informasi atas suatu peristiwa yang dilaporkan. Ini kan terkesan ada apa dengan perkara ini atau jangan-jangan”, penuh dengan tanda tanya.
Ia menambahkan, “Pada dasarnya, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa pemanggilan saksi oleh kepolisian bertujuan sebagai proses hukum dalam menggali keterangan ataupun informasi atas suatu peristiwa yang dilaporkan”.
“Mengacu pada Pasal 1 ayat (26) KUHAP, informasi tersebut nantinya akan digunakan sebagai dasar bagi penyidik dalam mendalami sebuah kasus atau perkara. Berkaitan dengan ketidakhadiran seorang saksi atau panggilan polisi dikarenakan alasan yang tidak jelas, Pasal 224 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan bahwa perbuatan tersebut dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana. Mana sih TARING APH?”, cetusnya.
Lanjut Hartadi, “Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam: (1) dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan,” bunyi Pasal 224 ayat (1) KUHP. Akan tetapi, ketentuan ini sejatinya berlaku apabila seseorang saksi saat dilakukan pemanggilan kedua diketahui dirinya belum turut juga hadir serta terhadap saksi tersebut dilakukan pemanggilan secara paksa”, ungkapnya.
“Hal ini diatur dalam Pasal 27 ayat (6) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana”, imbuhnya.
Ia berharap, “Semoga APH/Penyidik yang ditangani oleh I Gede Krisna bisa mengambil sikap tegas atas perkara dugaan penipuan ini. Apalagi Pelapor dan saksi-saksi sudah terpenuhi dimintai keterangan. Kami akan terus mengawal perkara ini hingga tuntas”, pungkasnya. (Bujiono/Red)