Probolinggo | Arjunanewsmultimedia.com – Sorotan terhadap kegiatan penyediaan air bersih tentunya menjadi perhatian publik. Karena Pengadaan Air Bersih harus sesuai standart kesehatan yang sudah ditetapkan menurut peraturan Kementerian ESDM RI Dan juga berkenaan dengan potensi pendapatan kepada negara berupa pajak.
Sesuai PP Pajak Air Tanah yang mana pajak memang harus dipaksakan dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Tertuang dalam Pasal 86 UU HKPD jo Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 mengatur bahwa minimal 10% perolehan pajak air tanah digunakan untuk pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dalam daerah kabupaten/kota yang berdampak terhadap kualitas dan kuantitas air tanah.
Dari hal inilah yang membuat Tim Investigasi DPC LSM Koreksi Kabupaten Probolinggo yang dikomandoi oleh Syaiful Anwar, dkk melakukan kroscek lapangan atas dasar pengaduan masyarakat. Dalam aktifitas Pengelolaan Surat Ijin Pengambilan Air Tanah (SIPA) atau Air Bersih yang berada di salah satu wilayah Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur jadi titik fokus.
Usai lakukan investigasi dan konfirmasi, adapun yang menjadi evaluasi. Dari semua aktifitas SIPA yang dikerjakan ada 2 lokasi atau titik yang menjadi dugaan kuat tidak menyesuaikan perijinannya yang sudah diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Sati Pintu (DPM PTSP) Provinsi Jawa Timur yang berada di salah satu wilayah Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo.
Menanggapi hal tersebut Ketua DPC LSM Koreksi Kabupaten Probolinggo, Syaiful Anwar menyampaikan bahwa, “Berawal dari pengaduan masyarakat kami akhirnya mendatangi lokasi dan melakukan investigasi serta konfirmasi kepada pemilik sumur bor”, ujarnya. Minggu, (17/08/2025).
Adapun yang menjadi temuan dan fakta saat dilakukannya investigasi lapangan, diantaranya dugaan kuat;
1. Tidak adanya Water Meter untuk menghitung debit berapa liter air per detik/menit/jam yang akan dibayarkan atau disetorkan berupa pajak. Maka, potensi pajak pendapatan yang disetorkan tidak sesuai serta terdapat memanipulasi data terjadi (yang mengakibatkan kerugian negara). Ironinya Pemilik Sumur Bor mengaku bayar pajak, tetapi Water Meter nya tidak ada. Kalau pun pajak yang disetorkan ke siapa dan berapa besarannya ?
2. Terkait Spesifikasi di SIPA tidak sesuai dilapangan yakni;
- Ada pipa hisap atau pipa out put tidak sesuai standart air bersih (Summersible). Dan hanya memakai pompa ala kadarnya. Dan juga yang ada di ijin SIPA itu memakai Satelit atau Summersible.
- Dan pipa out put harusnya mamakai standart kesehatan untuk air bersih atau sesuai yang ditetapkan Kementerian ESDM.
“Maka, kami akan kirimkan surat ke dinas terkait agar segera ditindak lanjuti sesuai aturan yang berlaku”, sambungnya.
Menyambung statement Ketua DPC, Wakil Ketua DPC LSM Koreksi, Taufik juga menyampaikan beberapa tambahan yakni, Dari beberapa point yang telah disebutkan itu hasil dari temuan saat dilokasi. Dan juga ada tambahan yakni:
3. Terkait Perijinannya berlaku 3 tahun sekali yang diterbitkan oleh DMP PTSP Jawa Timur ini berbeda jauh dan tidak sinkron. Padahal yang digunakan ada 2 lokasi atau titik tempat sumur bor. Pada tahun 2017 memakai CV dengan perbaruan sejak Tahun 2024 tetapi memakai nama perusahaan perseorangan. Sehingga dugaan memanipulasi data 3 tahun sekali. Selain itu saat dikonfirmasi Pemilik Sumur Bor yakni sudah beraktifitas kurang lebih 15 tahun. Jadi, sebelumnya ijin yang digunakan diduga kuat TIDAK BERIJIN atau ILLEGAL.
4. Penjualan tidak sesuai dengan perijinan. Yang mana dijual ke perusahaan Kapal Kargo Industri di PLTU Paiton, Kabupaten Probolinggo. Yang seharusnya penjualannya kepada rumah tangga atau untuk konsumsi air bersih (Isi ulang air minum untuk rumah tangga).
Hal senada juga disampaikan oleh H. Abdul Kadir Jaelani, SH., MH., selaku Penasehat Hukum dari LSM Koreksi menyampaikan bahwa dari beberapa point diatas yakni Pemilik Sumur Bor yang mempunyai 2 Lokasi tersebut yakni menggunakan ijin atas nama CV dan nama perusahaan perseorangan itu selain negara dirugikan kurang lebih selama 15 tahun dan penyetoran pajak tidak sesuai (Dikarenakan memanipulasi data sangat kuat sekali dugaannya dengan tidak adanya Water Meter).
“Hal inilah yang menggugah kami untuk melakukan investigasi di lapangan, kemudian hasilnya kami sampaikan kepada pihak berwenang yakni DPM PTSP Jatim dan ESDM Propinsi Jatim untuk ditindak lanjuti”, ungkap Kadir Jaelani.
“Dan diberikan sanksi berat sesuai hukum yang berlaku seperti PENUTUPAN SEMENTARA bahkan DITUTUP PERMANENT kalau sudah ditemukan kejanggalan sesuai investigasi kami. Bila perlu dilakukan gugatan Legal Standing”, tegasnya. (Tim/Red)