Hj. Nurmalah Tegaskan Tidak Ada Bukti Pemufakatan Jahat di Kasus Tol Betung–Tempino

(Foto: Hj. Nurmalah Tegaskan Tidak Ada Bukti Pemufakatan Jahat di Kasus Tol Betung–Tempino. Red)
 
Arjunanewsmultimedia.com, Sekayu 10-8-2025. (Muba) — Kuasa Hukum mantan Asisten I Pemkab Muba, Yudi Herzandi (YH), Dr. Hj. Nurmalah SH MH, kembali menegaskan bahwa dakwaan pemufakatan jahat dan pemalsuan dokumen terhadap kliennya dalam perkara pengadaan lahan Tol Betung–Tempino–Jambi tidak didukung bukti kuat. Hal ini ia sampaikan melalui konfirmasi WhatsApp kepada awak media, Minggu (10/08/2025).
 
Menurut Hj. Nurmalah, hingga kini tidak ada bukti yang menunjukkan adanya kesepakatan jahat maupun kerugian negara. “Sampai hari ini tidak ada bukti adanya pemufakatan jahat, tidak ditemukan kerugian negara, dan tidak ada pihak yang menerima ganti rugi. Pembuatan SPPF itu wajar karena lahan memang dikuasai Haji Halim. Jika orang tidak menguasai lahan membuat SPPF, baru itu bisa disebut palsu,” tegasnya.
 
Ia menambahkan bahwa penandatanganan penetapan lokasi (penlok) baru disaksikan langsung oleh Kejari Muba selaku Pengawas Pembangunan Strategis (PPS). “Kalau penlok bermasalah, proyek strategis nasional tidak mungkin berjalan mengacu pada dokumen itu,” ujarnya.
 
Hj. Nurmalah juga menilai perkara ini lebih tepat diselesaikan melalui jalur administrasi oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). “Hukum pidana itu mencari kebenaran materiil, bukan sekadar mencari kesalahan terdakwa. Kalau memang ada sengketa administrasi, selesaikan di jalur administrasi,” katanya.
 
Dakwaan JPU dalam Sidang 05/08/2025
 
Sebelumnya, dalam sidang yang digelar Selasa (05/08/2025) di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Tipikor Palembang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Musi Banyuasin mendakwa Yudi Herzandi bersama terdakwa lainnya, mantan pegawai BPN Muba Amin Mansur (AM), telah melakukan pemufakatan jahat untuk mengubah status lahan di Desa Peninggalan dan Simpang Tungkal, Kecamatan Tungkal Jaya.
 
Menurut dakwaan JPU, perubahan status tersebut dilakukan dengan menerbitkan dokumen Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPPF) yang diduga memuat data tidak benar, sehingga lahan yang masih berstatus milik negara seolah-olah menjadi milik pihak tertentu. Jaksa mengacu pada sejumlah SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk SK No. 952/KPTS/UM/1982, SK No. 410/KPTS-II/1986, SK No. 76/KPTS-II/2001, dan SK No. 454/MenLHK/Setjen/PLA.2/6/2016, yang menyatakan wilayah tersebut masuk kawasan hutan negara.
 
JPU menilai tindakan itu berpotensi merugikan negara dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan terkait pengelolaan kawasan hutan dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
 
Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli tambahan sebelum majelis hakim mengambil putusan.
 
Repoter : Elvi Supriani
Related posts
Tutup
Tutup